Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang
TRIBUNNEWS.COM -
Gadis ini memang luar biasa. Dari tidak mengerti bahasa Jepang, pergi
dalam program pengiriman perawat Indonesia ke Jepang, tiba tahun 2008,
selain lulus ujian nasional keperawatan Jepang maret lalu, juga mendapat
award khusus dari Japan Immigration Policy Institute (JIPI) Selasa 18
Desember lalu.
Lulusan politeknik kesehatan malam akademi
keperawatan tahun 2006, Dewi Rachmawati, 27, kini hidup dan bekerja di
Kobe Jepang berusaha menjadi perawat yang profesional dari Indonesia.
“Saya
ingin mengawinkan budaya Indonesia dengan kehangatan hati orang
Indonesia, diterapkan di Jepang, sehingga pelayanan perawat dapat
dilakukan seoptimal mungkin. Kebanyakan perawat Jepang terutama yang
lelaki, tampaknya agak dingin, kurang hangat di dalam pelayanannya,”
papar Dewi khusus kepada
Tribunnews.com, Kamis (20/12/2012) malam.
Meskipun
demikian orang Jepang dianggapnya tidak sombong, demikian pula pintar
mengontrol emosinya dengan baik. Semangatnya besar, gambaro made, sampai
akhir kerja dilakukan dengan semangat tinggi dalam kerjanya.
Pada
awalnya memang terutama ibunya menentang rencananya ke Jepang, tetapi
dengan penjelasan dan memotivasi ibunya, akhirnya diperkenankan juga.
Gadis
kelahiran Gresik ini belum tahu bagaimana masa depannya, apakah tinggal
di Indonesia atau tinggal di Jepang belum memutuskan.
“Yang pasti
kalau ada panggilan keluarga pasti saya pulang ke Indonesia, atau ada
bencana alam di Indonesia, saya bisa membantu, pasti saya pulang.
Sementara ini saya masih mau belajar lebih banyak lagi mengenai dunia
medis Jepang, ingin meningkatkan karir dulu sehingga bisa menjadi
perawat yang profesional secara internasional.”
Dewi, Selasa lalu,
mendapat hadiah khusus dari JIPI, dengan hadiah uang tunai 100.000 yen
atau sekitar Rp 11,4 juta (kurs Rp 114 per yen) dan tiket shinkansen
pergi-pulang dari Kobe ke Tokyo, serta sertifikat penghargaan tersebut.
Keberhasilan
Dewi itu karena dianggap terlihat profesional dalam karyanya sebagai
perawat di Jepang selama empat setengah tahun ini, penguasaan bahasa
Jepang yang baik dan naskah tulisannya dalam bahasa Jepang dengan isi
yang sangat baik.
“Saya kaget sekali melihat ada orang Indonesia
yang hebat seperti ini dan bagus, dapat menjadi penyambung lidah yang
baik antara Indonesia-Jepang karena penguasaan bahasa Jepangnya sangat
baik. Teman-teman saya juga kaget menyaksikan pidatonya kepada umum,
ternyata sangat baik. Demikian juga isinya kami nilai sangat baik,”
papar Hidenori Sakata, Kepala JIPI, khusus kepada Tribunnews.com.
“Saya
hanya mau fokus dulu pada pekerjaan dan karir belum mikirin yang lain,
kesempatan bekerja di Jepang ini akan saya manfaatkan sebaik mungkin
untuk meningkatkan kemampuan kerja saya,” tekannya.
Selama empat
tahun lebih ini kekagumannya ternyata jatuh pada seorang dokter Jepang
bernama Nishihara, “Saya heran dia mau mengajarkan saya dengan giat dan
semangat tanpa mau dibayar apa pun juga, semua dilakukan secara gratis,
supaya saya bisa lebih baik lagi di bidang medis. Dialah penolong saya
sehingga bisa lulus ujian keperawatan nasional, selain saya juga belajar
dari orang Jepang lain, banyak bergaul dengan orang Jepang dan juga
belajar sendiri, beli buku sendiri lalu baca dan belajar sendiri,”
paparnya lagi.
Sebagai catatan, kelulusan ujian nasional
keperawatan Jepang bagi peserta orang Jepang sendiri mencapai sekitar
54% yang lulus. Jadi memang sangat sulit dan semua dilakukan menggunakan
bahasa Jepang. Dewi yang dari nol penguasaan bahasa Jepang bisa lulus,
berarti memang luar biasa hebat sebagai orang asing di Jepang. Tak heran
banyak orang Jepang kini mengaguminya. Sudah cantik, halus, hangat,
baik, pintar lagi, apa yang kurang tuh?