Rani Sauriasari, Menciptakan Obat Demi Umat
Jakarta - Sejak masih duduk di bangku sekolah menengah,
Rani Sauriasari mengetahui sang bunda mengidap diabetes melitus.
Ibunya, yang bekerja di sebuah apotek, dan tantenya yang apoteker
sepertinya turut mendorong dia masuk Jurusan Farmasi Universitas
Indonesia. "Yang jelas, saya memang senang sekali belajar Kimia," kata
Rani membuka percakapan dengan Detik di kampus UI, Depok, Jumat
(14/12/2012) lalu.
Di sisi lain, dia juga amat menggemari Oshin
(Shin Tanokura), serial drama Jepang yang populer pada pertengahan
1980-an. Film itu mengisahkan kerja keras seorang perempuan dalam
menjalani hidup tanpa melepas tradisi. "Kisah Oshin yang mempesona
mendorong saya memilih beasiswa ke Jepang ketimbang Australia atau
Eropa," ujar Rani.
Selepas menjadi apoteker, dia meraih beasiswa
di Okayama University pada 2005. Tapi dia sudah tinggal di Negeri
Matahari Terbit tiga tahun sebelumnya untuk mendampingi suaminya, Datu
Rizal Asral, yang tengah mengambil doktoral di bidang teknik. Karena
hamil anak pertama, Rani baru mengambil program masternya setelah
Muhammad Izzuddin Muzaffar berusia 2 tahun.
Menjelang tesis
master pada Desember 2006, dia mendapatkan kabar kondisi ibunya
memburuk. Rupanya, selain mengidap diabetes melitus tipe 2, sang ibu
mengalami komplikasi berupa gagal ginjal. Pilihannya harus transplantasi
dengan kemungkinan berhasil cuma 50 persen atau melakukan cuci darah.
"Karena ayah tak berani memutuskan, akhirnya saya pulang ke Jakarta,"
ujarnya.
Dari penjelasan Profesor Markum di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, akhirnya Rani memutuskan sang ibu menjalani cuci darah.
Dari kasus sang bunda pula ia bertekad melanjutkan beasiswa ke jenjang
doktoral di kampus yang sama. Ia bertekad menciptakan obat yang dapat
mencegah komplikasi diabetes, seperti ginjal dan hipertensi. Sebab,
kondisi diabetes akan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh, yang bisa
menyebabkan komplikasi ke gangguan ginjal.
"Penyakit ginjal
pada penderita diabetes itu sulit terdeteksi. Baru ketahuan bila sudah
pada stadium parah," ujar Ketua Persatuan Pelajar Indonesia Okayama
2008-2009 itu.
***
Rani kembali ke Tanah Air pada
pengujung 2010 dengan menyandang gelar PhD bidang farmasi. Selain
mengajar, ia memegang jabatan struktural di kampusnya sebagai Manajer
Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Tugas
itu masih harus dibagi dengan memimpin proyek pengembangan kebun obat di
daerah Tangerang.
Semua aktivitas itu tak menyisihkan
tekadnya menciptakan obat yang bisa mencegah komplikasi diabetes. Upaya
pencarian antioksidan yang bekerja melalui mekanisme yang efektif dalam
meningkatkan pertahanan antioksidan pada kondisi diabetes melitus
menjadi hal yang sangat penting. Antioksidan potensial yang telah
diketahui mampu meredam stres oksidatif adalah vitamin C dan vitamin E.
Sayang, vitamin C dan vitamin E yang tersedia berlebih dalam tubuh
justru akan berubah menjadi prooksidan setelah teroksidasi.
Proposal penelitian bertajuk 'Uji Manfaat Alpha-Lipoic Acid Sebagai
Antioksidan pada Eritrosit Pasien Diabetes Melitus yang Mengalami Stres
Oksidatif Secara In-Vitro' meraih penghargaan L'Oreal-UNESCO for Women
in Science Nasional 2012 pada Selasa lalu. Selain Rani, turut meraih
penghargaan serupa Elvi Restiawaty dari Sekolah Ilmu Teknologi dan Ilmu
Hayati Institut Teknologi Bandung, Eni Sugiarti dari Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, dan Dieni Mansur, yang juga dari LIPI.
Berbekal hadiah Rp 75 juta dari L'Oreal, perempuan kelahiran Jakarta, 30
Agustus 1976, itu bakal terus mengembangkan penelitiannya. Apalagi
angka penderita diabetes melitus terus meningkat di Indonesia. Ada
kemungkinan pada 2030, kata dia, jumlahnya mencapai 21,3 juta orang,
sehingga pengendalian diabetes, mencakup pengendalian faktor risiko,
diagnosis, dan komplikasinya, menjadi sangat penting serta perlu
dilakukan sejak dini.
Saat ini penelitian yang dilakukan Rani
adalah mencoba memahami peran stres oksidatif pada kerusakan ginjal
pasien diabetes melitus. Diharapkan pemahaman patofisiologi kerusakan
ginjal pada pasien diabetes melitus dapat membantu pencarian penanda
yang non-invasif dan mampu mendeteksi sejak awal serta membantu upaya
pencarian strategi terapeutik yang tepat.
"Dalam waktu dekat, saya harus ke lapangan. Kebetulan dokter di RSCM yang menangani ibu saya siap membantu," ujar Rani.
Ia berharap hasil penelitiannya kelak dapat menjadi masukan untuk
penelitian selanjutnya mengenai pengembangan terapi klinis untuk
mengatasi kondisi stres oksidatif pada pasien diabetes melitus tipe 2
Indonesia. Juga mendukung upaya pencegahan penyakit (preventive
medicine) komplikasi pada pasien diabetes melitus, sehingga dapat
membantu upaya memangkas biaya kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia. "Jadi manfaatnya bukan cuma bagi ibu saya, tapi bagi
segenap umat," ujarnya.
Pengalaman Organisasi:
- Ketua Bidang Dakwah Forum Silaturahim Muslimah Jepang 2007-2008
- Anggota Bidang Pendidikan dan Ilmiah Persatuan Pelajar Indonesia Okayama 2007-2008
Artikel ini telah dipublikasikan di Harian Detik edisi Minggu (16/12/2012). Anda bisa membaca artikel menarik lainnya di Harian Detik: Jejak Diplomasi Sukarno di Maroko